Tuesday, February 12, 2013

Mengenal lebih dekat dengan “Bushido”



Bushido (武士道 secara harfiah berarti “tatacara ksatria”) adalah sebuah kode etik kepahlawanan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang. Samurai sendiri adalah sebuah strata sosial penting dalam tatanan masyarakat feodalisme Jepang. Secara resmi, Bushido dikumandangkan dalam bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa. Makna bushido itu sendiri adalah sikap rela mati negara/kerajaan dan kaisar. Biasanya para samurai dan Shogun rela mempartaruhkan nyawa demi itu,jika ia gagal,ia akan melakukan seppuku (harakiri).Bushido sudah dilakukan pada saat perang dunia II, yaitu menjadi prajurit berani mati.
Bushido berasal dari dua dasar kata, dimana “Bushi” yang berarti kesatria dan “Do” yang berarti jalan/tata cara/kode etik. Kata “Bushi” dapat di bagi lagi menjadi kata “Bu” yang berarti untuk menghentikan, dimana definisi dari kata “Bu” ini adalah menghindari terjadinya kekerasan dan penggunaan senjata. Sementara kata “Shi” yang dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai peringkat dengan cara belajar. Namun arti kata “Bushi” sepertinya untuk memberikan arti “setiap orang yang menjaga kedamaian baik secara diplomatis maupun dengan penggunaan senjata. Sehingga secara keseluruhan arti kata “Bushido” dapat berarti suatu jalan atau metode untuk menjaga perdamaian yang dilakukan secara diplomasi maupun menggunakan senjata.
Sesungguhnya “Bushido” merupakan suatu kombinasi dari berbagai aturan/ajaran dari berbagai lembaga kesatuan. Bushido sesungguhnya secara mendasar merupakan suatu mekanisme dari prinsip-prinsip system moral. Mereka yang mendapatkan pelajaran mengenai prinsip pedoman aturan itu diharapkan dalam melaksanakannya. Bushido mengikuti sebuah kerangka dasar yang terdiri dari “chi” (kebijaksanaan), “jin” (kebajikan) dan “yu” (keberanian). Terdapat beberapa sumber untuk pedoman dari Bushido. Sumber pertama adalah agama budha. Di agama budha terdapat tiga prinsip dasar yaitu rasa tenang, percaya pada takdir dan penyerahan diri pada penghinaan yang tidak terelakkan pada pasangan kehidupan yang dekat dengan kematian serta ketabahan dan ketenangan dalam menghadapi bencana. Zen adalah sumber yang lain dari Bushido. Zen mengaplikasikan kontemplasi dan berusaha secara konstan untuk mencapai keunggulan sehingga untuk mencapai tingkat pemikiran yang berada di luar jangkauan ekspresi verbal.  Agama Shinto juga salah satu sumber dari Bushido. Pada ajaran agama Shinto, menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi sesuatu dengan menghindari perbuatan dosa/kesalahan. Dijelaskan pulan bahwa “…hati manusia…ketika benar, tenang dan jelas akan mencerminkan citra keilaihan/ketuhanan”. Konfusius adalah asal kata akhir dari Bushido. Konfusius mengatakan bahwa terdapat lima hubungan moral yaitu Majikan-Pelayan, Ayah-Anak, Suami-Istri, Adik-Kakak, dan Teman-Teman. Kombinasi dari semua aspek tersebut memberikan dasar pada arti kata Bushido.
Dalam dunia modern seperti sekarang ini, Bushido masih sering dipraktekkan. Walaupun tidak secara utuh pelaksanaannya, saat ini pelaksanaan Bushido hampir mempunyai kesamaan dengan Bushido yang dipraktekkan sekitar 800 tahun yang lalu.
Aspek pertama dari Bushido adalah Kejujuran, dimana tugas individual untuk berani menggunakan penilaian secara benar pada penyebab kemuliaan. Biasanya mereka disebut dengan nama “Gishi” atau seseorang yang jujur dimana telah menguasai seni pelaksanaan kejujuran. Mereka yang telah menguasai moral kejujuran juga memiliki keberanian.
Aspek berikutnya pada Bushido adalah “Gagah berani”. Gagah berani tidak hanya diartikan secara fisik tetapi juga melakukan suatu keberanian secara benar, dilakukan pada saat yang tepat. Siapa saja dapat berada ditengah-tengah pertempuran dan mungkin dapat terbunuh, hal ini biasanya disebut dengan “kematian yang sia-sia.” Mengutip dari kalimat pangeran Mito yang menyatakan bahwa “Ini suatu keberanian yang benar pada hidup dan mati jika dilakukan dilakukan dengan cara yang benar.”
Aspek ketiga dari Bushido adalah Kebajikan. Samurai di ajarkan untuk memiliki “Bushi no Nasaki”. Bushi berarti “kesatria”, no berarti “dengan” Nasaki berarti “kelembutan” atau dapat diartikan secara utuh “kelembutan seorang ksatria”. Meskipun ajaran belas kasihan dianggap sebagai karakteristik yang feminim, para samurai masih menganut ajaran tersebut. Seorang pangeran dari Shirakawa menjelaskan bahwa Kebajikan yang baik adalah “ Meskipun mereka mungkin akan melukai perasaan anda, terdapat tiga hal yang hanya kamu lakukan untuk memaafkan, hembusan angin yang akan memantulkan belas kasih anda, amarah anda yang dapat anda kendalikan/sembunyikan, dan seseorang yang berusaha berselisih dengan anda.”
Aspek berikutnya dari Bushido adalah kesopanan. Setiap orang dapat berpura-pura untuk tulus dan menjadi panutan orang lain tetapi hal ini bukan nilai dari sopan santun itu. Orang-orang jepang sangat baik karena satu alas an. Hal itu adalah perasaan pada orang lain. Sopan santun adalah sebuah kelemahan sifat jika dilakukan hanya pada ketakutan pada saat takut menyinggung perasaan secara baik.
Sikap berikutnya dari Bushido adalah Kebenaran. Berbohong pada samurai biasanya dianggap sebagai pengecut dan tidak terhormat. Kata seorang samurai biasanya cukup dari untuk menggambarkan suatu kesepakatan yang pernah dilakukan yang tidak pernah dilanggar. Mereka yang mempraktekkan Bushido pada saat ini berusaha untuk melakukan nilai kejujuran.
Aspek berikutnya dari Bushido adalah kehormatan. Kehormatan adalah seperti sebuah bekas sayatan atau goresan di pohon pada saat itu, bukannya merendahkan dan membantu untuk memperbesar sayatan itu. Istilah ini merupakan pepatah kuno samurai. Kehormatan dapat didefinisikan sebagai kesadaran hidup yang bermartabat secara pribadi dan layak. Kehormatan selalu berjalan beriringan dengan bunuh diri. Seorang samurai selalu  menempatkan sedemikian tinggi falsafah kehormatan, dan hal itu biasanya sering menjadi alasan yang cukup untuk mengambil nyawa sendiri.  seorang samurai melaksanakan “Seppuku” dan “hara-kiri”. “Seppuku” berarti membunuh diri sendiri. Sedangkan “Hara-kiri” terdiri dari dua kata, dimana “Hara” dapat berarti perut dan “kiri” yang berarti membunuh. Nyawa dikatakan berada pada perut, sehingga praktek yang mengerikan dari penyiksaan diri sendiri menjadi legal.
Aspek berikutnya adalah Loyalitas/Kesetiaan. Konfusius menggarisbawahi bahwa loyalitas/kesetiaan adalah hal yang sangat penting. Anak-anak yang diajarkan untuk mengorbankan sesuatu pada pemimpin. Tetapi kesetiaan ini hampir dilupakan sebagai sesuatu ajaran feudal yang punah. Padahal kesetiaan pada pemimpin adalah sesuatu yang dapat ditransformasikan ke dalam sifat patriotism pada Negara dan dapat menginspirasi perasaan nasionalisme.
Aspek terakhir dari Bushido adalah Kontrol diri. Samurai tidak pernah memperlihatkan ekspresi apa saja mengenai perasaannya, dan tidak memasukkan perasaannya pada orang lain. Seorang samurai yang diajarkan sejak usia awal untuk belajar mengatur diri sendiri secara maksimal.

No comments:

Post a Comment